Rabu, 23 Juni 2010

Dilematika BIO

Badan Intelejen OSPAI (BIO), sudah berusia satu tahun lebih, badan intelejen ini didirikan pada bulan Maret 2008. Latar belakang didirikannya adalah banyaknya temuan-temuan prilaku santri di luar pesantren yang bertingkah laku tidak sesuai dengan ahlak santri, ungkap Iyus Saefudin, Presiden OSPAI 2008-2009 ini.

Ketika dimintai pendapatnya kepada para santri perihal BIO, mereka mengugkapkan bahwa BIO adalah sebagai pengawas santri-santri yang berjalan berdua-dua atau berpacaran, tukas Dadang salah satu santri yang bermukim di Aspa 2 ini. Hal senada diungkapkan oleh Kulsum dan Windy bahwa BIO itu semacam mata-mata yang mengintai para santri yang pacaran atau tingkah laku santri yang tidak sesuai dengan aturan pesantren.

BIO bersifat independen dan berada langsung dibawah pengawasan Presiden OSPAI, seluruh anggota BIO dirahasiahkan identitasnya. Papar pria yang berasal dai Ciamis ini.
Namun, ada juga anggota BIO yang sudah diketahui public, sehingga efektifitas BIO tersebut kurang maksimal. Masalah perekrutan anggota BIO, sebaiknya anggota BIO itu orang yang benar-benar tsiqoh dalam ahlaknya, jangan sampai merekrut anggota BIO yang inkonsistensi terhadap aturan. Alhasil, ketika sebagian anggota BIO atau para petinggi pemerintah terjaring kasus, masalahnya akan ditutupi. Seharusnya jika sebagian anggota BIO atau pejabat yang terlibat kasus lebih baik diungkapkan, hal itu akan menunjukan profesionalisme anggota BIO itu sendiri, tidak harus ditutup-tutupi. Ungkap Kabag. Kesantrian.
Mekanisme kerja BIO adalah setiap anggota BIO mencatat hasil investigasinya, kemudian dimasukan kedalam black book, setelah data diinventarisir dalam black book, kemudian dilaporkan ke presiden selanjutnya didiskusikan bersama Kabag. Kesantrrian untuk tindak lanjut ke pihak Pesantren. Sampai saat ini yang tercatat dalam black book sudah ada 18 nama yang tersangkut kasus, papar Presiden. Namun, ketika ditanya kepada kepala BIO, ia mengungkapkan masalah yang masuk berdasarkan investigasi anggota BIO ada lebih dari 30 kasus.

Tidak ada Follow UP
Presiden mamaparkan, bahwa kasus yang masuk kedalam black book sudah ditindaklanjuti dengan cara memangill setiap orang yang terkena kasus untuk mengahadap Presiden dan Kabag. Kesantrian. Berbeda dengan yang diungkapkan Kabag.Kesantrian bahwa sejak terbentuknya BIO sampai saat ini belum ada laporan, perihal kasus yang ditangani BIO. Dulu (sebelum terbentuk BIO-red) pernah ada kasus yang pernah ditangani, mereka yang terkena kasus dipanggil menghadap Kabag dan presiden. Namun, tindakan tersebut mendapat teguran dari pihak pesantren Karena prosedurnya yang salah. Prosedur yang benar dalam pemanggilan orang-orang yang tersangkut kasus adalah harus didiskusikan atau mendapat persetujuan dari pihak pesantren. Ungkap, pria yang pernah menjabat periden dua periode ini.
Kendati para petinggi sudah melakukan tindak lanjut terhadap mereka yang tersangkut kasus, namun presepsi yang ada disantri sebaliknya, BIO itu dalam menangani kasus tidak ada follow upnya, sehingga efek yang dirasakan kurang bermanfaat, ungkap Dadang. Hal yang sama pula dipaparkan oleh Windy dan Kulsum bahwa belum dirasakan sedikitpun pengaruh dari keberadaan BIO.
Santri putri yang tidak mau disebutkan identitasnya ini mengungkapkan, bahwa BIO itu wujuduhu ka’adamihi (antara ada dan tiada), sehingga efek yang ditimbulkannya tidak berpengaruh, “emang kita gak bisa liat apa?orang yang diatasnya aja seperti itu”. Ungkapnya.
Sebenarnya BIO itu sudah ada kerjaanya, kami menginvestigasi santri yang mencurigakan, kemudian dicatat dalam black book, setelah itu diserahkan pada presiden. Masalah tindak menindaklanjuti itu bukan urusan kami. Masalah follow up berada di presiden sepenuhnya, karena keberadaan kami berada dibawah pengawasan presiden, papar kepala BIO.

Kendala
Kendala yang diahadapi BIO untuk menindaklanjuti mereka yang terbukti bersalah adalah system yang ada di kita sekarang ini, disisi lain kami harus melakukan sesuatu, disisi lain pula kami dituntut untuk melakukan sesuatu. Masalah selanjutnya adalah validitas data yang diperoleh kurang valid, serta objektifitas data dari anggota BIO itu sendiri, papar Presiden.
Diskomunikasi antara pihak pesantren dengan para pengurus tidak mengindikasikan bahwa ia tidak setuju akan adanya badan ini. Dalam hal ini berlaku uji normalitas sebuah organisasi. Jika sudah ada beberapa kasus yang dilaporkan pada pihak pesantren dan ternyata tidak ada respon, baru berkesimpulan bahwa tidak ada dukungan terhadap badan ini. Namun ketika baru satu kasus saja yang ditangani ternyata mendapat respon yang kurang dari pesantren, itu tidak bisa disimpulkan bahwa pihak pesantren tidak setuju akan hal tersebeut. tegas, Kabag. Kesantrian Ucup Fathuddin.
Peran Kabag terhadap BIO sebenarnya tidak ada, karena, pertama, BIO itu lembaga independen OSPAI, kedua, secara eksplisit dari pihak pesantren ketika ada pemanggilan orang itu harus ada persetujuan dari pihak pesantren. Ungkap Kabag.
`Hal yang terpenting dari anggota BIO adalah adanya suri tauladan, komitmen dan loyalitasnya. Karena pada esesnsinya BIO ini dibentuk untuk menegakan moral santri, jika sebagian anggotanya sudah tidak sesuai, maka masalah yang akan muncul, dilematisai BIO. Disisi lain BIO harus menegakan moral, disisi lain ada masalah pada sebagian anggotanya.
Terlepas dari dilematisasi yang dialami BIO, kita selaku santri sudah selayaknya bertingkah laku sesuai aturan. Kaum intelektual, yang dipundaknya ditanggung dua jabatan yaitu santri dan mahasiswa, sebuah prestisius yang membanggakan. Menjaga nama baik pesantren dan kampus adalah tanggung jawab kita bersama. Masalah penegakan moral tak hanya tugas BIO saja, tapi seluruh komponen pesantren ini harus bertanggung jawab untuk menjaga nama baik. Wal hasil kedepannya badan ini tidak perlu lagi dibentuk, karena para santrinya sudah berakhlaku karimah. Sehingga siap menebarkan pesona Islam yang Rahmatan li’alamin.


(Sugi, Suci, Ratna)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar